Wednesday, January 28, 2009

Penerjemah ≠ kamus berjalan

Seorang teman pernah bertanya begini, "Ngapain lu online tiap hari? Pasti buat chatting dan facebook-ing terus. Main mulu lu." dan gw menjawab "Nggak juga, kan biar gampang kalo perlu cari arti kata-kata yang nggak gw mengerti di dictionary online." dan dia pun membalas, "Lu kan penerjemah, kok masih lihat kamus? Mestinya sudah mahir dong, nggak perlu lagi buka kamus."
Dan gw sudah keburu kesal kepingin nimpuk (dikarenakan a) seenaknya saja menilai sesuatu yang tidak diketahuinya dan b) bukan dia yang bayar tagihan spidi gw kok dia repot) sehingga malas menjelaskan pada dia. Karena itu dijelaskan di sini saja deh.
Penerjemah tidak sama dengan kamus berjalan.
Seorang penerjemah memang harus bisa berbahasa yang jadi keahliannya (dalam kasus gw B.Inggris), dan seorang penerjemah harus bisa membawa perasaan tulisan yang diterjemahkannya agar sebisa mungkin orang yang membaca versi terjemahannya mendapat pengalaman dan perasaan yang sama seperti membaca versi aslinya. Seorang penerjemah harus bisa menyesuaikan kata-kata yang dipilihnya dengan jenis bahan terjemahannya. Misalnya menerjemahkan laporan, harus memilih kata-kata yang baku dan jelas, berbeda dengan menerjemahkan fiksi.
Tapi bukan berarti hapal setiap kata. Bahkan pembuat kamus Oxford pun tidak tahu setiap kata dalam bahasa Inggris yang kemudian dicantumkan dalam bukunya (Baca The Professor and The Madman karya Simon Winchester), dia harus melihat referensi terlebih dahulu, salah satu tujuannya adalah meminimalisir kesalahan.
Penerjemah yang tidak pernah melihat kamus terkadang malah membuat banyak kesalahan karena terlalu yakin. Padahal dalam pekerjaan semacam ini, harus hati-hati sekali karena bisa menimbulkan arti yang berbeda (bukankah begitu Pak Pandu, :D).

No comments: